Keterangan Gambar : Dekan FISIP Unigoro, Dr. Ahmad Taufiq, S.Hi., M.Si., usai menjalani sidang disertasi ujian tertutup di Universitas Sebelas Maret Surakarta, 12 Desember 2024.
BOJONEGORO – Jumlah dosen dengan gelar doktor di Universitas Bojonegoro (Unigoro) terus bertambah. Pada 12 Desember 2024, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unigoro, Dr. Ahmad Taufiq, S.Hi., M.Si., berhasil menuntaskan studinya di jenjang S3. Beliau meraih gelar doktor bidang ilmu komunikasi di Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Studi S3 tersebut ditempuh dengan support beasiswa Yayasan Suyitno Bojonegoro.
Bukan hal yang mudah bagi Taufiq untuk sampai di titik ini. Terlebih masa studi S3 yang dijalaninya juga tidak singkat, 6,5 tahun. Dia memiliki motivasi tinggi untuk meraih gelar doktor. “Saya ingin mendalami ilmu komunikasi. Awalnya, saya berencana meneliti kajian media. Tetapi saya berubah pikiran setelah tahu model komunikasi CSR (corporate social responbility) di perusahaan migas Bojonegoro. Terutama EMCL (Exxon Mobil Cepu Limited) dan PEPC (Pertamina EP Cepu). Karena akan jadi semacam legacy model komunikasi yang harapannya bisa diterapkan di daerah yang memiliki SDA migas,” tuturnya, Jumat (20/12/24).
Dalam sidang disertasi ujian tertutup pada 12 Desember 2024 di UNS, Taufiq dengan penuh percaya diri memresentasikan disertasinya yang berjudul Model Komunikasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Minyak dan Gas Melalui Sinergitas Pemangku Kepentingan. Studi Kasus pada ExxonMobil Cepu Limited dan Pertamina EP Cepu di Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur.
Menurut Taufiq, dua perusahaan tersebut memiliki model komunikasi yang berbeda dengan masyarakat sekitar. “Dari ownership-nya sudah berbeda. EMCL milik asing dan PEPC adalah BUMN. Kemudian secara budaya organisasi keduanya juga berbeda. Ada tiga tahapan penelitian yang saya lakukan. Pertama, stakeholders mapping. Kedua, pengujian power of interest masing-masing stakeholders. Ketiga, menemukan bagaimana strategi CSR-nya yang dilakukan oleh para stakeholders,” terangnya.
Mantan General Manager Jawa Pos Radar Bojonegoro ini melanjutkan, stakeholders mapping bertujuan untuk menentukan siapa saja individu dan organisasi yang menjadi pemangku kepentingan dari dua perusahaan migas. Enam klaster yang ditemukan adalah pengusaha, pemerintah, komunitas, akademisi, regulator, dan media massa. Setelah dipetakan, dilakukan pengujian power of interest masing-masing stakeholders. Lalu diukur dengan quadrant power versi BI (Bussiness Intelligence) untuk menentukannya.
“Ada yang power sedang, tapi interest-nya tinggi. Ada power biasa, tapi interest-nya tinggi. Setelah dipetakan dan menemukan, baru dimasukkan strategi komunikasi CSR yang dilakukan seperti apa. Karena komunikasi dengan pemerintah, komunitas, dan akademisi tentu berbeda strategi yang dibangun oleh perusahaan terkait CSR,” paparnya.
Taufiq menjelaskan, arah penelitiannya melibatkan pemangku kebijakan. Hasilnya cara menemukan strategi komunikasi CSR berdasarkan posisi dan peran masing-masing. Dia mencontohkan, klaster komunitas menjalankan fungsi komunikasi CSR berupa kolaborasi. Sedangkan klaster perusahaan berupa involve (pelibatan, Red). Sedangkan klaster pemerintah berupa kolaborasi dan empower (pemberdayaan, Red). Komunitas berupa empower. Sedangkan media massa bentuk komunikasinya adalah informasi dan involve.
“Model-model itu kami rumuskan menjadi model besar untuk diterapkan oleh perusahaan migas saat mengkomunikasikan CSR para stakeholders. Secara umum model komunikasinya sama, tapi proses awalnya yang berbeda,” jelasnya.
Selama meriset disertasi ini, Taufiq berkesimpulan jika masyarakat sebenarnya ingin berinteraksi langsung dengan perusahaan migas. Dengan perusahaan EMCL, masyarakat berharap bisa berkomunikasi langsung dengan individu internalnya. Sama halnya dengan PEPC.
“Tapi
daya dorongnya lebih kuat di EMCL. Artinya di PEPC karena latar belakangnya
BUMN, tingkat tekanannya beda. Misalnya, ada program CSR PEPC yang diwakilkan
sama kelompok tertentu, nggak apa-apa. Tapi kalau di EMCL, masyarakat seolah-olah
menghendaki harus orang Exxon yang ikut di lapangan. Sentimen pribumi dan asing
masih sangat kuat. Nah, salah satu hal yang penting adalah intensitas komunikasi
dengan komunitas dan penerima manfaat CSR jd kata kunci. Komunikasi PEPC dengan
masyarakat relatif lebih cair karena menggunakan pendekatan non formal,” imbuhnya.
Menyandang gelar doktor, tentu tanggung jawab akademik
Taufiq semakin bertambah. Terlebih, FISIP Unigoro memiliki empat dosen yang
bergelar doktor. Dia berharap dapat berkontribusi untuk meningkatkan akreditasi
prodi administrasi publik Unigoro. “Agar akreditasi prodi unggul, maka 15
persen dari jumlah dosen yang ada harus begelar doktor. Tentu harus diimbangi
juga meningkatkan kualitas
pembelajaran dan sarana prasarana,” pungkas Sekretaris PC IKA PMII Bojonegoro.
(din)
Tulis Komentar